Category Archives: HIKMAH

Nasib Si Petani Miskin

Dahulu Kala, ada Seorang Petani Miskin memiliki Seekor Kuda Putih yg Sangat Cantik dan Gagah..

Suatu hari, Seorang Saudagar Kaya ingin membeli Kuda itu & Menawarnya dg Harga yg sangat tinggi….!!

Tapi Sayang Si Petani Miskin itu Tidak mau Menjualnya..!!

Lalu Teman-temannya Menyayangkan dan mengejek karena dia tidak menjual Kudanya..

Keesokan Harinya, Kuda itu Hilang dari Kandangnya..

Maka Teman-temannya Berkata :
“Sungguh Jelek Nasibmu, Padahal Kalau Kemarin Kamu Jual, Kamu Pasti Kaya, Sekarang Kudamu Sudah Hilang..”_

Tapi Si Petani Miskin hanya Diam saja Tanpa Komentar…

Namun Beberapa Hari Kemudian, Kuda si petani kembali , bersama 5 Ekor Kuda liar lainnya..

Lalu Teman-temannya Berkata :
“Wah..! Beruntung Sekali Nasibmu, Ternyata Perginya Kudamu Membawa keberuntungan..”_

Si Petani Tetap Hanya diam saja..

Beberapa hari kemudian, Anak si Petani yg Sedang Melatih Kuda-kuda Baru mereka Terjatuh dan Kakinya Patah..

Lalu Teman-temannya berkata :
“Rupanya Kuda-kuda itu Membawa Sial, lihat sekarang Anakmu Kakinya Patah..”

Si Petani itu tetap Diam tanpa komentar..

Seminggu Kemudian terjadi peperangan di wilayah itu, semua Anak Muda di desa dipaksa untuk Berperang, Kecuali Si Anak Petani itu karena tidak Bisa Berjalan..!!

Teman-temannya Mendatangi Si Petani sambil Menangis :
“Beruntung Sekali Nasibmu Karena anakmu tidak ikut Berperang, Kami harus Kehilangan Anak-anak kami..”

Barulah Si Petani Kemudian Berkomentar :
“Janganlah Terlalu Cepat membuat Kesimpulan dg Mengatakan Nasib Baik atau Jeleknya..!!

Maksiat Penghalang Ilmu

Ketika imam Malik melihat kecerdasan muridnya imam Syafi’i yang luar biasa, maka imam Malik berkata kepada imam Syafi’i :

إني أرى الله قد ألقى على قلبك نورا، فلا تطفئه بظلمة المعصية.

Sesungguhnya aku melihat (tanda) Allah Ta’ala telah menganugerahkan cahaya ilmu di hatimu, maka janganlah engkau padamkan cahaya tersebut dengan kegelapan maksiat.
📚(Al-Jawaabul Kaafi, hal. 52)

Kisah Ahli Kubur Dapat Kiriman Doa Ibunya yang Masih Hidup

Dikisahkan dalam kitab An-Nawadir karya Syekh Syihabuddin bin Salamah al-Qalyubi bahwa pada malam Jumat Shalih al-Mursi pergi ke Masjid Jami’ untuk melaksanakan shalat Subuh. Di tengah perjalanan ia melewati maqbarah (pekuburan) dan berdiri sejenak sampai fajar datang. Saat fajar datang, ia pun melaksanakan shalat seperti biasanya, namun usai melaksanakan shalat ia merasakan kantuk yang luar biasa hingga akhirnya tertidur.

Saat tertidur, Shalih melihat para penghuni kubur dalam maqbarah yang ia lewati tadi berhamburan keluar dengan berpakaian putih, mereka duduk bergerombol saling bercerita. Namun, dalam mimpinya itu Shalih menyaksikan ada satu pemuda yang berpakaian lusuh yang duduk sendirian dan terlihat sedih.

Tidak lama kemudian Shalih Al-Mursi menyaksikan sekelompok orang yang bergerombol itu mendapatkan piring yang ditutupi sapu tangan, setiap orang mendapatkan jatah satu piring. Pada saat yang sama, pemuda yang terlihat bersedih tadi tidak mendapatkan apa-apa lalu ia pun pergi dan masuk ke dalam kuburannya.

Shalih Al-Mursi bergegas memburu pemuda tadi untuk menanyakan sesuatu yang menimpanya.

“Wahai Hamba Allah, aku melihatmu sangat bersedih, sebenarnya apa yang yang terjadi padamu?” tanya Shalih kepada pemuda itu.

“Wahai Shalih, apakah tadi kamu melihat piring-piring yang dibagikan?” jawab pemuda itu yang diiyakan oleh Shalih.

Pemuda tadi menceritakan bahwa piring-piring tersebut merupakan piring kiriman dari orang yang hidup untuk orang yang sudah wafat. Dikatakannya, setiap orang hidup yang bersedekah dan berdoa ditujukan untuk orang yang sudah wafat, maka doa dan sedekah itu akan disampaikan kepada ahli kubur setiap hari Jumat dalam bentuk piring.

“Aku adalah orang asing yang berasal dari negara Hindi dan berniat akan melaksanakan ibadah haji bersama ibuku, namun sayangnya ketika baru sampai Bashrah aku meninggal dan dikuburkan di sini,”imbuhnya.

Pemuda itu menceritakan bahwa beberapa waktu setelah ia wafat, ibunya menikah lagi dan sibuk dengan suami barunya hingga melupakan sang pemuda yang tiada lain adalah anak kandungnya sendiri.

“Ibuku tidak pernah berdoa dan bersedekah untukku seakan dia tidak punya anak, sungguh dunia telah membuatnya lalai,” keluhnya.

“Di mana alamat rumah ibumu?” tanya Shalih yang langsung dijawab pemuda itu dengan sebuah alamat lengkap.

Shalih al-Musri kemudian terbangun dan langsung berangkat menuju alamat yang disampaikan oleh pemuda yang ada dalam mimpinya itu. Saat sampai di rumah ibunya, Shalih al-Musri membuka dialog dengan sebuah pertanyaan.

“Apakah kamu punya seorang anak?”

“Tidak,” jawab perempuan yang menjadi ibu pemuda itu.

Tidak lama kemudian Shalih mengulangi pertanyaan serupa.

“Apakah kamu punya seorang anak?”

Sebelum menjawab pertanyaan, perempuan itu menghela napas yang cukup panjang.

“Iya, saya punya anak tapi dia sudah meninggal semasa muda.”

Ibu itu kemudian menangis sampai air matanya bercucuran setelah mendengarkan cerita Shalih al-Musri yang bermimpi bertemu dengan anak dari ibu itu.

“Anak itu adalah darah dagingku, perutku menjadi tempatnya dulu, ASI dariku menjadi makanan dan minumannya, dan pangkuanku menjadi tempat duduknya,” kata sang ibu sambil menangis.

Tidak lama kemudian ibu itu memberikan 1.000 dirham dan meminta Shalih al-Musri agar disedekahkan untuk anaknya.

“Demi Allah setelah ini aku tidak akan melupakannya dan akan selalu bersedakah dan berdoa untuknya di sisa umurku,” kata sang ibu.

Shalih al-Musri kemudian pamit dan melaksanakan amanat ibu dari pemuda itu; bersedekah 1.000 dirham untuk anaknya.

Pada hari Jumat berikutnnya, seperti biasa Shalih berangkat menuju masjid jami’ untuk melaksanakan shalat subuh. Kejadian sebelumnya ternyata terulang kembali, Shalih tertidur usai melaksanakan shalat.

Saat tertidur, Shalih kembali melihat para ahli kubur berhamburan keluar dan bertemu lagi dengan pemuda yang sebelumnya lusuh dan bersedih, namun kali ini pemuda tersebut berpakaian putih dan terlihat sangat bahagia.

“Wahai Shalih, semoga Allah membalas kebaikanmu, sesungguhnya hadiah sedekah 1.000 dirham telah sampai kepadaku,” ujarnya

Merajut Benang Di Bawah Sinar Bulan

Suatu hari, Imam Ahmad bin hambal, pendiri mazhab hambaliyah dikunjungi seorang perempuan yang ingin mengadu.

“Ya syaikh, saya adalah seorang ibu rumah tangga yang sudah lama ditinggal mati suami. Saya ini sangat miskin, sehingga untuk menghidupi anak-anak saja, saya merajut benang dimalam hari, sementara siang hari saya gunakan untuk mengurus anak-anak dan bekerja sambilan sebagai buruh kasar disela waktu yang ada. Karena saya tak mampu membeli lampu, maka pekerjaan merajut itu saya lakukan apabila sedang terang bulan.”

Imam ahmad menyimak dengan serius penuturan si ibu tadi. Perasaannya miris mendengar ceritanya yang memprihatinkan. Imam Ahmad adalah seorang ulama besar yang kaya raya dan dermawan.

Continue reading →

Kisah Ahli Kubur yang Mendapat Kiriman Doa

Dalam penjelasan kitab al-Ruh, karya Syaikh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah,

Apa yang terjadi kepada orang tua ketika Anda berziarah ke makam mereka atau ketika Anda mendoakan mereka?

Syaikh Muhammad al-Syanqithi, berkata: “Semoga Allah mengampuni keluarga kita yang telah meninggal dunia dan kaum Muslimin yang telah meninggal dunia. Aku tidak mampu menahan tangis melihat betapa perlunya ahli kubur kepada kita. Aku terkesan dan aku ingin semuanya mengetahui hal ini.

Utsman bin Sawad, ulama Salaf, bercerita tentang ibunya, seorang wanita yang ahli ibadah. Ketika ibunya akan meninggal dunia, ia mengangkat pandangannya ke langit dan berkata: “Wahai tabunganku, wahai simpananku, wahai Tuhan yang selalu menjadi sandaranku alam hidupku dan setelah kematianku, jangan Engkau abaikan diriku ketika mati, jangan biarkan aku kesepian dalam kuburku.” Kemudian ia meninggal dunia.

Aku selalu berziarah ke makamnya setiap hari Jum’at. Aku berdoa untuknya, dan memohonkan ampun baginya dan semua ahli kubur di situ. Pada suatu malam aku bermimpi berjumpa dengan ibuku.

Continue reading →

Kisah Laki-Laki Berhati Emas dan Nenek Buta

Sudah beberapa waktu lamanya Umar memerhatikan. Lelaki itu selalu menyelinap diam-diam, pergi entah kemana setiap sehabis shalat subuh berjamaah. Umar baru akan menemukannya kembali selepas waktu dhuha, saat hari telah panas.

Benar-benar setiap hari, tak pernah absen satu kalipun. Mungkin lelaki itu pikir tak ada sesiapa yang mengetahui apa yang ia perbuat. Namun, ia salah. Mata elang Umar bin Khattab sudah berkali-kali memergokinya.
‘Dan hari ini aku harus tahu kemana ia pergi!’ tekad Umar.

Maka fajar itu ia mulai membuntuti. Dengan cerdik ia mengambil jarak yang cukup jauh, agar tidak diketahui oleh sasarannya.
Setelah sekian lama berjalan, Umar menyadari bahwa ia telah keluar dari perbatasan Madinah.

‘Urusan apa gerangan yang ia tunaikan, hingga berjalan kaki pulang pergi sejauh ini setiap hari?’ pikir sahabat terdekat Rasulullah ﷺ itu semakin penasaran.

Continue reading →

Ketika Kita Tua Bagaimanakah Masa Depan Anak-anak Kita?

Oleh: Jumadal Afrizal, S.Si, M.Pd

Nabi Ya’kob pernah berkata kepada anak-anaknya: “Nak, apa yang akan kamu sembah ketika aku sudah tidak ada lagi.” Begitulah kekhawatiran Nabi Ya’kob akan masa depan anak-anaknya kelak dikemudian hari. Nasib anak-anaknya yang paling dikhawatirkan adalah masihkah mereka mengenal Tuhannya. Jangan-jangan ketika mereka sudah dewasa dan saat itu Nabi Ya’kob tidak bersama lagi dengan mereka karena telah meninggal, anak-anaknya berpaling dari ajaran untuk selalu menyembah kepada TuhanNya. Jangan-jangan mereka berpaling dari Tuhan dan mengikuti langkah-langkah Syaithan dan menjadi pengikut syaithan yang setia. Dan pada akhirnya kelak mereka mati dalam keadaan yang jauh dari ajaran Tuhannya. Sementara sebagai ayah, Nabi Ya’kob tidak mampu lagi memberi nasehat dan menjaga anak-anaknya agar tetap kuat dalam keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Maka bagaimanakah Iman anak-anaknya kelak di kemudian hari saat Nabi Ya’kob sudah tidak ada lagi di dunia ini menjadi kegelisahan dan ketakutan yang paling mengganggu pikiran Nabi Ya’kob sebagai orang tua.

Padahal sebagai Nabi utusan Allah SWT bisa saja Nabi Ya’kob meminta kepada Allah agar anak-anaknya diselamatkan Iman-nya kelak saat Nabi Ya’kob sudah tiada. Pasti doa seorang Nabi akan makbul dan diterima oleh Allah SWT. Namun Nabi Ya’kob tetap merasa sangat khawatir akan iman anak-anaknya karena masalah siapa saja yang mendapat hidayah dan petunjuk hanya Allah berikan kepada orang-orang yang dikehendakiNya. Jadi belum tentu anak Nabi akan selalu mendapat hidayah dan petunjuk dari Allah SWT.

Continue reading →

Kisah Wanita Cantik yang Menggoda Ulama

Kisah ini terjadi pada abad pertama hijriyah, di zaman tabi’in.

“Wahai suamiku, adakah di Makkah ini laki-laki yang jika melihat wajah cantikku ini ia tidak tergoda?” tanya seorang istri kepada suaminya, sambil bercermin. Ia sangat mengagumi kecantikan yang terpantul di kaca itu.
“Ada.” jawab sang suami.
“Siapa?” kata istrinya
“Ubaid bin Umair.” jawab suaminya

Sang istri diam sejenak. Ia merasa tertantang untuk membuktikan bahwa kecantikannya akan mampu menggoda laki-laki itu.
“Wahai suamiku,” katanya merayu, “bolehkah aku membuktikan bahwa aku bisa membuat Ubaid bin Umair bertekut lutut di depanku?”

Sang suami terkejut dengan permintaan ekstrem itu, tetapi ia sendiri juga merasa rencana istrinya itu akan menjadi sesuatu yang menarik, untuk menguji keshalihah seorang ulama. “Silahkan, aku mengijinkanmu.”

Continue reading →

Kisah Sumur Utsman bin Affan

Di Madinah, tidak terlalu jauh dari Masjid Nabawi, ada sebuah properti sebidang tanah dengan sumur yang tidak pernah kering sepanjang tahun. Sumur itu dikenal dengan nama: *Sumur Ruma (The Well of Ruma)* karena dimiliki seorang Yahudi bernama Ruma.

Sang Yahudi menjual air kepada penduduk Madinah dan setiap hari orang antri untuk membeli airnya. Di waktu-waktu tertentu sang Yahudi menaikkan seenaknya harga airnya dan rakyat Madinah pun terpaksa harus tetap membelinya. Karena hanya sumur inilah yang tidak pernah kering.

Melihat kenyataan ini, Rasulullah berkata: “Kalau ada yang bisa membeli sumur ini, balasannya adalah Surga”.

Seorang Sahabat Nabi bernama Usman bin Affan mendekati sang Yahudi. Utsman radhiyallahu anhu menawarkan untuk membeli sumurnya. Tentu saja Ruma sang Yahudi menolak. Ini adalah bisnisnya dan ia mendapat banyak uang dari bisnisnya.

Tetapi Utsman radhiyallahu anhu bukan hanya pebisnis sukses yang kaya raya, tetapi ia juga negosiator ulung. Ia bilang kepada Ruma: “Aku akan membeli setengah dari sumurmu dengan harga yang pantas, jadi kita bergantian menjual air, hari ini kamu, besok saya”.

Continue reading →

Tukang Jahit Dari Surga

Suatu ketika…

Hari raya tinggal menghitung hari
Hasan dan Husein bersedih karena mereka belum memiliki pakaian baru menjelang hari raya.

Rumah tangga sayyidah Fatimah RA dan sayyidina Ali bin Abi Thalib tidak seperti sahabat-sahabat yang lain.
Mereka termasuk barisan keluarga yg miskin kala itu,
Sekalipun mereka keluarga Rasulullah ﷺ

Kesedihan Hasan dan Husein bertambah ketika melihat teman-teman seusia mereka di seluruh penjuru Madinah sudah memiliki pakaian baru untuk menyambut hari raya.
Mereka pun tak tahan lagi untuk menahan kesedihannya hingga mereka pun akhirnya memberanikan diri untuk bertanya,
“Wahai, Ibu..! Anak-anak di Madinah telah dihiasi dengan pakaian hari raya kecuali kami, mengapa ibu tidak menghiasi kami..?,” kata Hasan dan Husein.
Fatimah pun hanya mampu menjawab:
“Sesungguhnya pakaian kalian masih di tukang jahit…” katanya.
Inilah Jawaban yang selalu diberikan Fatimah setiap hari ketika Hasan dan Husein kembali bertanya.

Hingga malam hari raya pun tiba,
Hasan dan Husein masih bertanya tentang pakaian baru mereka.
Fatimah pun menangis, sebab sebenarnya ia tak punya uang untuk membelikan pakaian baru bagi mereka.

Continue reading →